Jumat, 25 Januari 2013

AKHLAK SEBAGAI ASAS KEBAHAGIAAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT



BAB I
PEMBAHASAN

AKHLAK SEBAGAI ASAS KEBAHAGIAAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT
A. Hubungan Timbal-Balik Antara Individu Dan Masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial (hubungan timbal-balik), yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sesama manusia lainnya, setiap yang dilakukan individu akan berpengaruh pada masyarakat sekitarnya, begitu juga sebaliknya, apapun yang terjadi dalam masyarakat akan berpengaruh pada individu.

Misalnya: seorang pembeli akan membutuhkan penjual untuk membeli perlengkapan-perlengkapan sehari-harinya, begitu juga seorang penjual sangat membutuhkan pembeli agar dagangannya laku.

Dalam pergaulan antar sesama manusia akan terjadi interaksi sosial dan merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial.
Sejak lahir manusia sudah membutuhkan bantuan dari manusia lainnya, misalnya, seorang bayi membutuhkan perawatan dari orang tuannya, pendidikan, dan kebutuhan-kebutuhan untuk bertahan hidup baginya.
Dan Allah tidak mengkaruniai manusia dengan alat fisik-fisik yang cukup untuk dirinya, melainkan ia menggali sendiri potensi dirinya untuk bertahan, dan itu tidak terlepas dari bantuan manusia lainnya.
Karena manusia saling membutuhkan sesamanya, Islam mengajarkan bahwa perasaan dalam diri di jadikan sebagai tolak ukur dalam mengukur perasaan orang lain. Bila dalam diri seseorang telah meresap secara mendalam suatu perasaan yang dapat merasakan apa-apa di rasakan oleh orang lain, maka itu akan melahirkan suatu keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.



B. Akhlak Baik  Sebagai Azas Kebahagiaan
Dalam Islam telah di jelaskan bahwa orang yang paling baik adalah manusia yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain, menurut hadist yang diriwayatkan oleh qadla’le dari jabir, Rasullullah saw bersabda:
خير الناس انفعهم لناس
Artinya
            “sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak manfaatnya (kebaikannya) kepada orang lain”
Pada hakekatnya orang yang berbuat baik atau berbuat jahat terhadap orang lain adalah untuk dirinya sendiri. Mengapa orang lain senang senang berbuat baik kepada kita, karena kita yang lebih dulu berbuat baik kepada orang tersebut.
Firman Allah SWT QS, Al-Isra ayat 7



Artinya:
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”. (QS. Al-Isra : 7)


Ketinggian budi pekerti seseorang menjadikan dirinya dapat melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna, maka itu akan membuat seseorang itu hidup bahagia. Sebaliknya apabila manusia mempunyai tabiat yang buruk, yang suka berburuk sangka kepada orang lain, maka hal itu menjadi pertanda bahwa hidup orang itu selalu resah, karena tidak adanya keserasian dan keharmonisan dalam pergaulannya.
Pelajaran akhlak bertujuan mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan buruk, agar manusia dapat memegang teguh sifat-sifat yang baik dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang jahat sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan dalam masyarakat, di mana tidak ada sifat benci-membenci.
Untuk menciptakan atau mencapai kebahagiaan individu dan sosial, usaha itu berawal dari diri pribadi seseorang, bagaimana sikap atau tingkah laku dari individu itu sendiri, apabila sikap seseorang itu baik, dan bertingkah laku mulia dan bagaimana individu melakukan kewajiban terhadapnya dirinya, individu mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri (al-mas-uliyah asy syaikhshiyah) dan kewajiban terhadap masyarakat (al-mas-uliyah al-ijtima’iyah): di mana kewajiban terhadap diri sendiri itu diantaranya: memelihara diri dengan baik, agar diri kita mampu untuk berbuat baik, melengkapi segala kebutuhan diri pribadi, dan kewajiban terhadap masyarakat diantaranya menciptakan kebaikan dan keselamatan bagi masyarakat dan bertanggung jawab atas perbuatan yang di lakukan di tengah masyarakat.
Namun, kadang orang lalai dalam melihat dirinya, hingga tidak jarang dia tergelincir ke lembah hinaan yang sangat merugikan dirinya dan orang lain, Allah SWT, telah menjelaskan dalam al-Qur'an, bahwa manusia semuanya berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan saling nasehat-menasehati kepada kebenaran, dan nasehat-menasehati dalam kesabaran.
Jika 4 hal tersebut tertahan para setiap pribadi, hingga menjadi sifat dan tabiat dalam masyarakat dan bangsa, insya Allah bangsa, itu akan hidup terang, damai dan sejahtera.

C. Akhlak Buruk Pangkal Kesengsaraan
Akhlak buruk merupakan musuh Islam yang utama, karena misi utama Islam adalah membimbing manusia berakhlak buruk akan diberikan sanksi oleh Allah.
Sabda nabi Muhammad SAW.

انمابعثت لاتمم مكارم الاخلاق (رواه احمد)

Artinya: “Bahwasanya aku diutus Allah, untuk menyempurnakan keluhuran akhlak (budi pekerti)”. (HR Ahmad )

Firman Allah surat Ar-Ruum ayat 41

Artinya:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Ruum : 41)


Akhlak buruk tidak hanya berakibat kepada dirinya sendiri, tetapi juga akan merusak citra dalam masyarakat dan kedamaian, contoh sederhana“berdusta” sifat ini akan membawa kerusakan kepada dirinya dan masyarakat sebagai mana sabda Rasullulah SAW.

Yang artinya:
“Sungguh dusta membawa kepada keburukan dan keburukan itu membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang membiasakan berdusta, akan di catat di sisi Allah sebagai tukang dusta” (HR. Bukhari Muslim).

Pertama sekali yang sangat di perhatikan Islam adalah perjalanan hidup yang disertai hawa nafsu, sebab kalau seseorang memperturutkan hawa nafsunya. Maka ia tidak dapat menghindarkan diri dari tabiatnya, dia akan cendrung kepada keburukan yang dapat menyesatkan dirinya.
Apabila hawa nafsu telah merajalela dan mengganas, hal itu akan dapat menjerumuskan seseorang kepada tempat yang hina, maka kesengsaraan yang akan menimpa dirinya.
Alqur'an telah menjelaskan bahwa manusia itu di ciptakan sebagai makhluk yang lemah, penuh bimbang dan suka mementingkan diri sendiri,


Firman Allah QS. Al-Ma’arij ayat (19-29)

 

Artinya: “19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
21. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
22. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
23. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,
24. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
25. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
26. Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,
27. Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
28. Karena Sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).
29. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
(QS. al-Ma’arij : 19 – 29)


Apabila watak buruk itu berjalan terus tanpa ada perubahan, maka suatu saat akan membentuk perilaku yang lengkuk yang sulit untuk di obati.

D.      MANUSIA ADALAH MAKHLUK YANG PERLU HIDUP BERMASYARAKAT

Hendaklah diketahui, bahwa manusia adalah makhluk yang memerlukan hidup bermasyarakat dengan sesamanya. Karena seseorang itu tidak mungkin dengan sendirinya, tanpa bantuan orang lain dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan hal-hal yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya, kesenang-senangannya dan kebutuhan yang diperlukan oleh mentalnya.
Contohnya, tentang roti dan pakaian, kita pasti mengerti, bahwa keduanya itu tidak dengan begitu saja sampai kepada kita, tetapi keduanya telah melalui proses panjang yang harus dikerjakan oleh banyak orang. Sesungguhnya roti tidaklah sampai kepada kita, kecuali setelah melalui proses penanaman biji gandum, yang tentu saja dikerjakan oleh para petani, lalu dipanen, kemudian diselep menjadi tepung. Setelah itu baru diproses menjadi roti. Begitu halnya dengan baju yang terbuat dari katun, tidaklah baju itu langsung ada dan dapat dipakai, kecuali harus menanam biji-biji kapas terlebih dahulu, mengumpulkannya, memintalnya, lalu menenunnya, sehingga menjadi lembaran kain. Setelah itu dipotong dan dijahit menjadi baju. Jika roti dan baju yang sederhana itu demikian panjang proses pembuatannya, maka bagaimana halnya dengan barang-barang kebutuhan hidup lainnya. Dengan demikian, maka kita harus bergaul dan bermasyarakat dengan sesama umat manusia yang berlainan dan berbeda adat kebiasaan, kesopanan, dan pangkatnya.
Dengan Akhlaklah manusia sebagai makhluk Allah SWT bisa dibedakan dengan makhluk Allah SWT yang lain.
Karena manusia adalah makhluk biososial yang tidak bisa terlepas dari manusia lainnya, yang dengan sendirinya ia akan melebur dalam satu kehidupan bersama. Maka apapun yang dibuatnya akan mempengaruhi terhadap perkembangan tiap individu didalamnya. Karena manusia saling membutuhkan sesamanya, Islam mengajarkan bahwa perasaan dalam diri harus dijadikan sebagai standar untuk mengukur perasaan orang lain. Untuk mencubit orang lain umpamanya, cubit dahulu diri sendiri, bila terasa sakit, maka orang lainpun akan merasakan sakit juga. Seorang pujangga Arab pernah mengatakan :
" Jadikanlah dirimu itu sebagai timbangan antara dirimu dengan orang lain''.    
            Dengan demikian ketika seseorang telah mengetahuai apa yang dirasakan orang lain, maka secara otomatis perasaan tersebut akan mempengaruhi tingkah lakunya pada selainnya. Dan hal ini mejadikan tingkah laku/akhlak seseorang terbagi menjadi dua, yakni Akhlak yang baik (terpuji)  dan Akhlak yang tidak baik (tercela).
Apabila manusia tidak bisa hidup bermasyarakat atau manusia bermoralitas buruk, maka cakrawala akan terlihat gelap. Berbagai macam fitnah akan menimpa orang-orang yang hidup dimasa itu dan juga mereka yang hidup di masa mendatang. Allah swt berfirman:









Artinya:
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di   belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.














BAB II
KESIMPULAN

Ajaran Islam sangat banyak memberikan dorongan kepada sikap-sikap untuk maju. Kemajuan materi (madiyah) akan terpacu oleh akhlak manusia yang menggenggam materi tersebut. Akhlak adalah perangai yang berakar didalam hati sebagai anugerah dari sang Khalik Maha Pencipta.

Adalah satu kenyataan belaka bahwa makhluk manusia mesti terikat erat dengan sang Khalik sang Pencipta. Akhlak adalah jembatan yang mendekatkan Makhluk dengan Khaliknya. Menjadi parameter menilai sempurna atau tidaknya ihsan Muslim itu. Melaksanakan agama sama artinya dengan ber akhlak sesuai dengan tuntunan agama Islam. Karena itu, agama bukanlah sebuah beban, melainkan adalah sebuah identitas (ciri).

            Bahwasannya akhlak adalah suatu keharusan yang harus dimiliki oleh setiap individu supaya generasi-generasi setelah kita selanjutnya terus dapat melestarikan akhlak yang menjadi cikal bakal kebahagiaan di dunia dan akhirat.




















REFERENSI

Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Khuluqul Muslim (Akhlak Seorang Muslim), penj. Wawan Djunaedi Soffandi, Damaskus; Darul Qalam, 2004.
Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar