BAB I
PEMBAHASAN
AKHLAK SEBAGAI ASAS KEBAHAGIAAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT
PEMBAHASAN
AKHLAK SEBAGAI ASAS KEBAHAGIAAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT
A. Hubungan Timbal-Balik Antara Individu Dan
Masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial (hubungan timbal-balik),
yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sesama manusia lainnya, setiap yang
dilakukan individu akan berpengaruh pada masyarakat sekitarnya, begitu juga
sebaliknya, apapun yang terjadi dalam masyarakat akan berpengaruh pada
individu.
Misalnya: seorang pembeli akan membutuhkan penjual
untuk membeli perlengkapan-perlengkapan sehari-harinya, begitu juga seorang
penjual sangat membutuhkan pembeli agar dagangannya laku.
Dalam pergaulan antar sesama manusia akan terjadi
interaksi sosial dan merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial.
Sejak lahir manusia sudah membutuhkan bantuan dari
manusia lainnya, misalnya, seorang bayi membutuhkan perawatan dari orang
tuannya, pendidikan, dan kebutuhan-kebutuhan untuk bertahan hidup baginya.
Dan Allah tidak mengkaruniai manusia dengan alat
fisik-fisik yang cukup untuk dirinya, melainkan ia menggali sendiri potensi
dirinya untuk bertahan, dan itu tidak terlepas dari bantuan manusia lainnya.
Karena manusia saling membutuhkan sesamanya, Islam
mengajarkan bahwa perasaan dalam diri di jadikan sebagai tolak ukur dalam
mengukur perasaan orang lain. Bila dalam diri seseorang telah meresap secara
mendalam suatu perasaan yang dapat merasakan apa-apa di rasakan oleh orang
lain, maka itu akan melahirkan suatu keseimbangan dan stabilitas dalam
masyarakat.
B. Akhlak Baik Sebagai Azas Kebahagiaan
Dalam Islam telah di jelaskan bahwa orang yang paling
baik adalah manusia yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain,
menurut hadist yang diriwayatkan oleh qadla’le dari jabir, Rasullullah saw
bersabda:
خير الناس انفعهم لناس
Artinya
“sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak manfaatnya (kebaikannya) kepada orang lain”
“sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak manfaatnya (kebaikannya) kepada orang lain”
Pada hakekatnya orang yang berbuat baik atau berbuat
jahat terhadap orang lain adalah untuk dirinya sendiri.
Mengapa orang lain senang senang berbuat baik kepada kita, karena kita yang
lebih dulu berbuat baik kepada orang tersebut.
Firman Allah SWT QS, Al-Isra ayat 7
Artinya:
“Jika kamu
berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu
berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang
saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain)
untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana
musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan
sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”. (QS. Al-Isra : 7)
Ketinggian budi pekerti seseorang menjadikan dirinya
dapat melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna, maka itu
akan membuat seseorang itu hidup bahagia. Sebaliknya apabila manusia mempunyai tabiat
yang buruk, yang suka berburuk sangka kepada orang lain, maka hal itu menjadi
pertanda bahwa hidup orang itu selalu resah, karena tidak adanya keserasian dan
keharmonisan dalam pergaulannya.
Pelajaran akhlak bertujuan mengetahui perbedaan
perangai manusia yang baik dan buruk, agar manusia dapat memegang teguh
sifat-sifat yang baik dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang jahat sehingga
terciptalah tata tertib dalam pergaulan dalam masyarakat, di mana tidak ada
sifat benci-membenci.
Untuk menciptakan atau mencapai kebahagiaan individu
dan sosial, usaha itu berawal dari diri pribadi seseorang, bagaimana sikap atau
tingkah laku dari individu itu sendiri, apabila sikap seseorang itu baik, dan
bertingkah laku mulia dan bagaimana individu melakukan kewajiban terhadapnya
dirinya, individu mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri (al-mas-uliyah
asy syaikhshiyah) dan kewajiban terhadap masyarakat (al-mas-uliyah
al-ijtima’iyah): di mana kewajiban terhadap diri sendiri
itu diantaranya: memelihara diri dengan baik, agar diri kita mampu untuk
berbuat baik, melengkapi segala kebutuhan diri pribadi, dan kewajiban
terhadap masyarakat diantaranya menciptakan kebaikan dan keselamatan bagi masyarakat
dan bertanggung jawab atas perbuatan yang di lakukan di tengah masyarakat.
Namun, kadang orang lalai dalam melihat dirinya,
hingga tidak jarang dia tergelincir ke lembah hinaan yang sangat merugikan
dirinya dan orang lain, Allah SWT, telah menjelaskan dalam al-Qur'an, bahwa
manusia semuanya berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh, dan saling nasehat-menasehati kepada kebenaran,
dan nasehat-menasehati dalam kesabaran.
Jika 4 hal tersebut tertahan para setiap pribadi,
hingga menjadi sifat dan tabiat dalam masyarakat dan bangsa, insya Allah
bangsa, itu akan hidup terang, damai dan sejahtera.
C. Akhlak Buruk Pangkal Kesengsaraan
Akhlak buruk merupakan musuh Islam yang utama, karena
misi utama Islam adalah membimbing manusia berakhlak buruk akan diberikan
sanksi oleh Allah.
Sabda nabi Muhammad SAW.
انمابعثت لاتمم مكارم الاخلاق (رواه احمد)
Artinya: “Bahwasanya aku diutus Allah, untuk
menyempurnakan keluhuran akhlak (budi pekerti)”. (HR Ahmad )
Firman Allah surat Ar-Ruum ayat 41
Artinya:
“Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Ruum : 41)
Akhlak buruk tidak hanya berakibat kepada dirinya
sendiri, tetapi juga akan merusak citra dalam masyarakat dan kedamaian, contoh
sederhana“berdusta” sifat ini akan membawa kerusakan kepada dirinya dan
masyarakat sebagai mana sabda Rasullulah SAW.
Yang artinya:
“Sungguh dusta membawa kepada keburukan dan keburukan
itu membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang membiasakan
berdusta, akan di catat di sisi Allah sebagai tukang dusta” (HR. Bukhari
Muslim).
Pertama sekali yang sangat di perhatikan Islam adalah
perjalanan hidup yang disertai hawa nafsu, sebab kalau seseorang memperturutkan
hawa nafsunya. Maka ia tidak dapat menghindarkan diri dari tabiatnya, dia akan
cendrung kepada keburukan yang dapat menyesatkan dirinya.
Apabila hawa nafsu telah merajalela dan mengganas, hal
itu akan dapat menjerumuskan seseorang kepada tempat yang hina, maka
kesengsaraan yang akan menimpa dirinya.
Alqur'an telah menjelaskan bahwa manusia itu di
ciptakan sebagai makhluk yang lemah, penuh bimbang dan suka mementingkan diri
sendiri,
Firman Allah QS. Al-Ma’arij ayat (19-29)
Artinya: “19. Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh kesah lagi kikir.
20. Apabila
ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
21. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat
kikir,
22. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
23. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,
24. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia
bagian tertentu,
25. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang
yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
26. Dan orang-orang yang mempercayai hari
pembalasan,
27. Dan orang-orang yang takut terhadap azab
Tuhannya.
28. Karena Sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak
dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).
29. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
(QS. al-Ma’arij : 19 – 29)
Apabila watak buruk itu berjalan terus tanpa ada
perubahan, maka suatu saat akan membentuk perilaku yang lengkuk yang sulit
untuk di obati.
D. MANUSIA
ADALAH MAKHLUK YANG PERLU HIDUP BERMASYARAKAT
Hendaklah diketahui, bahwa manusia
adalah makhluk yang memerlukan hidup bermasyarakat dengan sesamanya. Karena
seseorang itu tidak mungkin dengan sendirinya, tanpa bantuan orang lain dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan hal-hal yang diperlukan untuk kelangsungan
hidupnya, kesenang-senangannya dan kebutuhan yang diperlukan oleh mentalnya.
Contohnya, tentang roti dan pakaian,
kita pasti mengerti, bahwa keduanya itu tidak dengan begitu saja sampai kepada
kita, tetapi keduanya telah melalui proses panjang yang harus dikerjakan oleh
banyak orang. Sesungguhnya roti tidaklah sampai kepada kita, kecuali setelah
melalui proses penanaman biji gandum, yang tentu saja dikerjakan oleh para
petani, lalu dipanen, kemudian diselep menjadi tepung. Setelah itu baru
diproses menjadi roti. Begitu halnya dengan baju yang terbuat dari katun,
tidaklah baju itu langsung ada dan dapat dipakai, kecuali harus menanam
biji-biji kapas terlebih dahulu, mengumpulkannya, memintalnya, lalu menenunnya,
sehingga menjadi lembaran kain. Setelah itu dipotong dan dijahit menjadi baju.
Jika roti dan baju yang sederhana itu demikian panjang proses pembuatannya,
maka bagaimana halnya dengan barang-barang kebutuhan hidup lainnya. Dengan
demikian, maka kita harus bergaul dan bermasyarakat dengan sesama umat manusia
yang berlainan dan berbeda adat kebiasaan, kesopanan, dan pangkatnya.
Dengan
Akhlaklah manusia sebagai makhluk Allah SWT bisa dibedakan dengan makhluk Allah
SWT yang lain.
Karena manusia adalah makhluk
biososial yang tidak bisa terlepas dari manusia lainnya, yang dengan
sendirinya ia akan melebur dalam satu kehidupan bersama. Maka apapun yang
dibuatnya akan mempengaruhi terhadap perkembangan tiap individu didalamnya.
Karena manusia saling membutuhkan sesamanya, Islam mengajarkan bahwa perasaan
dalam diri harus dijadikan sebagai standar untuk mengukur perasaan orang lain.
Untuk mencubit orang lain umpamanya, cubit dahulu diri sendiri, bila terasa
sakit, maka orang lainpun akan merasakan sakit juga. Seorang pujangga Arab
pernah mengatakan :
Dengan
demikian ketika seseorang telah mengetahuai apa yang dirasakan orang lain, maka
secara otomatis perasaan tersebut akan mempengaruhi tingkah lakunya pada
selainnya. Dan hal ini mejadikan tingkah laku/akhlak seseorang terbagi menjadi
dua, yakni Akhlak yang baik (terpuji) dan Akhlak
yang tidak baik (tercela).
Apabila
manusia tidak bisa hidup bermasyarakat atau manusia bermoralitas buruk, maka
cakrawala akan terlihat gelap. Berbagai macam fitnah akan menimpa orang-orang
yang hidup dimasa itu dan juga mereka yang hidup di masa mendatang. Allah swt
berfirman:
Artinya:
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
BAB II
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Ajaran Islam sangat banyak memberikan dorongan kepada
sikap-sikap untuk maju. Kemajuan materi
(madiyah) akan terpacu oleh akhlak manusia yang menggenggam materi tersebut.
Akhlak adalah perangai yang berakar didalam hati sebagai anugerah dari sang
Khalik Maha Pencipta.
Adalah satu kenyataan
belaka bahwa makhluk manusia mesti terikat erat dengan sang Khalik sang
Pencipta. Akhlak adalah jembatan yang mendekatkan Makhluk dengan
Khaliknya. Menjadi parameter menilai sempurna atau tidaknya ihsan Muslim
itu. Melaksanakan agama sama artinya dengan ber akhlak sesuai dengan tuntunan
agama Islam. Karena itu, agama bukanlah sebuah beban, melainkan adalah sebuah
identitas (ciri).
Bahwasannya
akhlak adalah suatu keharusan yang harus dimiliki oleh setiap individu supaya
generasi-generasi setelah kita selanjutnya terus dapat melestarikan akhlak yang
menjadi cikal bakal kebahagiaan di dunia dan akhirat.
REFERENSI
Syaikh
Muhammad Al-Ghazali, Khuluqul Muslim (Akhlak Seorang Muslim),
penj. Wawan Djunaedi Soffandi, Damaskus; Darul Qalam, 2004.
Google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar