Jumat, 25 Januari 2013

AKHLAK SEBAGAI ASAS KEBAHAGIAAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT



BAB I
PEMBAHASAN

AKHLAK SEBAGAI ASAS KEBAHAGIAAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT
A. Hubungan Timbal-Balik Antara Individu Dan Masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial (hubungan timbal-balik), yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sesama manusia lainnya, setiap yang dilakukan individu akan berpengaruh pada masyarakat sekitarnya, begitu juga sebaliknya, apapun yang terjadi dalam masyarakat akan berpengaruh pada individu.

Misalnya: seorang pembeli akan membutuhkan penjual untuk membeli perlengkapan-perlengkapan sehari-harinya, begitu juga seorang penjual sangat membutuhkan pembeli agar dagangannya laku.

Dalam pergaulan antar sesama manusia akan terjadi interaksi sosial dan merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial.
Sejak lahir manusia sudah membutuhkan bantuan dari manusia lainnya, misalnya, seorang bayi membutuhkan perawatan dari orang tuannya, pendidikan, dan kebutuhan-kebutuhan untuk bertahan hidup baginya.
Dan Allah tidak mengkaruniai manusia dengan alat fisik-fisik yang cukup untuk dirinya, melainkan ia menggali sendiri potensi dirinya untuk bertahan, dan itu tidak terlepas dari bantuan manusia lainnya.
Karena manusia saling membutuhkan sesamanya, Islam mengajarkan bahwa perasaan dalam diri di jadikan sebagai tolak ukur dalam mengukur perasaan orang lain. Bila dalam diri seseorang telah meresap secara mendalam suatu perasaan yang dapat merasakan apa-apa di rasakan oleh orang lain, maka itu akan melahirkan suatu keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.



B. Akhlak Baik  Sebagai Azas Kebahagiaan
Dalam Islam telah di jelaskan bahwa orang yang paling baik adalah manusia yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain, menurut hadist yang diriwayatkan oleh qadla’le dari jabir, Rasullullah saw bersabda:
خير الناس انفعهم لناس
Artinya
            “sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak manfaatnya (kebaikannya) kepada orang lain”
Pada hakekatnya orang yang berbuat baik atau berbuat jahat terhadap orang lain adalah untuk dirinya sendiri. Mengapa orang lain senang senang berbuat baik kepada kita, karena kita yang lebih dulu berbuat baik kepada orang tersebut.
Firman Allah SWT QS, Al-Isra ayat 7



Artinya:
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”. (QS. Al-Isra : 7)


Ketinggian budi pekerti seseorang menjadikan dirinya dapat melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna, maka itu akan membuat seseorang itu hidup bahagia. Sebaliknya apabila manusia mempunyai tabiat yang buruk, yang suka berburuk sangka kepada orang lain, maka hal itu menjadi pertanda bahwa hidup orang itu selalu resah, karena tidak adanya keserasian dan keharmonisan dalam pergaulannya.
Pelajaran akhlak bertujuan mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan buruk, agar manusia dapat memegang teguh sifat-sifat yang baik dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang jahat sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan dalam masyarakat, di mana tidak ada sifat benci-membenci.
Untuk menciptakan atau mencapai kebahagiaan individu dan sosial, usaha itu berawal dari diri pribadi seseorang, bagaimana sikap atau tingkah laku dari individu itu sendiri, apabila sikap seseorang itu baik, dan bertingkah laku mulia dan bagaimana individu melakukan kewajiban terhadapnya dirinya, individu mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri (al-mas-uliyah asy syaikhshiyah) dan kewajiban terhadap masyarakat (al-mas-uliyah al-ijtima’iyah): di mana kewajiban terhadap diri sendiri itu diantaranya: memelihara diri dengan baik, agar diri kita mampu untuk berbuat baik, melengkapi segala kebutuhan diri pribadi, dan kewajiban terhadap masyarakat diantaranya menciptakan kebaikan dan keselamatan bagi masyarakat dan bertanggung jawab atas perbuatan yang di lakukan di tengah masyarakat.
Namun, kadang orang lalai dalam melihat dirinya, hingga tidak jarang dia tergelincir ke lembah hinaan yang sangat merugikan dirinya dan orang lain, Allah SWT, telah menjelaskan dalam al-Qur'an, bahwa manusia semuanya berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan saling nasehat-menasehati kepada kebenaran, dan nasehat-menasehati dalam kesabaran.
Jika 4 hal tersebut tertahan para setiap pribadi, hingga menjadi sifat dan tabiat dalam masyarakat dan bangsa, insya Allah bangsa, itu akan hidup terang, damai dan sejahtera.

C. Akhlak Buruk Pangkal Kesengsaraan
Akhlak buruk merupakan musuh Islam yang utama, karena misi utama Islam adalah membimbing manusia berakhlak buruk akan diberikan sanksi oleh Allah.
Sabda nabi Muhammad SAW.

انمابعثت لاتمم مكارم الاخلاق (رواه احمد)

Artinya: “Bahwasanya aku diutus Allah, untuk menyempurnakan keluhuran akhlak (budi pekerti)”. (HR Ahmad )

Firman Allah surat Ar-Ruum ayat 41

Artinya:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Ruum : 41)


Akhlak buruk tidak hanya berakibat kepada dirinya sendiri, tetapi juga akan merusak citra dalam masyarakat dan kedamaian, contoh sederhana“berdusta” sifat ini akan membawa kerusakan kepada dirinya dan masyarakat sebagai mana sabda Rasullulah SAW.

Yang artinya:
“Sungguh dusta membawa kepada keburukan dan keburukan itu membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang membiasakan berdusta, akan di catat di sisi Allah sebagai tukang dusta” (HR. Bukhari Muslim).

Pertama sekali yang sangat di perhatikan Islam adalah perjalanan hidup yang disertai hawa nafsu, sebab kalau seseorang memperturutkan hawa nafsunya. Maka ia tidak dapat menghindarkan diri dari tabiatnya, dia akan cendrung kepada keburukan yang dapat menyesatkan dirinya.
Apabila hawa nafsu telah merajalela dan mengganas, hal itu akan dapat menjerumuskan seseorang kepada tempat yang hina, maka kesengsaraan yang akan menimpa dirinya.
Alqur'an telah menjelaskan bahwa manusia itu di ciptakan sebagai makhluk yang lemah, penuh bimbang dan suka mementingkan diri sendiri,


Firman Allah QS. Al-Ma’arij ayat (19-29)

 

Artinya: “19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
21. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
22. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
23. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,
24. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
25. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
26. Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,
27. Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
28. Karena Sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).
29. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
(QS. al-Ma’arij : 19 – 29)


Apabila watak buruk itu berjalan terus tanpa ada perubahan, maka suatu saat akan membentuk perilaku yang lengkuk yang sulit untuk di obati.

D.      MANUSIA ADALAH MAKHLUK YANG PERLU HIDUP BERMASYARAKAT

Hendaklah diketahui, bahwa manusia adalah makhluk yang memerlukan hidup bermasyarakat dengan sesamanya. Karena seseorang itu tidak mungkin dengan sendirinya, tanpa bantuan orang lain dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan hal-hal yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya, kesenang-senangannya dan kebutuhan yang diperlukan oleh mentalnya.
Contohnya, tentang roti dan pakaian, kita pasti mengerti, bahwa keduanya itu tidak dengan begitu saja sampai kepada kita, tetapi keduanya telah melalui proses panjang yang harus dikerjakan oleh banyak orang. Sesungguhnya roti tidaklah sampai kepada kita, kecuali setelah melalui proses penanaman biji gandum, yang tentu saja dikerjakan oleh para petani, lalu dipanen, kemudian diselep menjadi tepung. Setelah itu baru diproses menjadi roti. Begitu halnya dengan baju yang terbuat dari katun, tidaklah baju itu langsung ada dan dapat dipakai, kecuali harus menanam biji-biji kapas terlebih dahulu, mengumpulkannya, memintalnya, lalu menenunnya, sehingga menjadi lembaran kain. Setelah itu dipotong dan dijahit menjadi baju. Jika roti dan baju yang sederhana itu demikian panjang proses pembuatannya, maka bagaimana halnya dengan barang-barang kebutuhan hidup lainnya. Dengan demikian, maka kita harus bergaul dan bermasyarakat dengan sesama umat manusia yang berlainan dan berbeda adat kebiasaan, kesopanan, dan pangkatnya.
Dengan Akhlaklah manusia sebagai makhluk Allah SWT bisa dibedakan dengan makhluk Allah SWT yang lain.
Karena manusia adalah makhluk biososial yang tidak bisa terlepas dari manusia lainnya, yang dengan sendirinya ia akan melebur dalam satu kehidupan bersama. Maka apapun yang dibuatnya akan mempengaruhi terhadap perkembangan tiap individu didalamnya. Karena manusia saling membutuhkan sesamanya, Islam mengajarkan bahwa perasaan dalam diri harus dijadikan sebagai standar untuk mengukur perasaan orang lain. Untuk mencubit orang lain umpamanya, cubit dahulu diri sendiri, bila terasa sakit, maka orang lainpun akan merasakan sakit juga. Seorang pujangga Arab pernah mengatakan :
" Jadikanlah dirimu itu sebagai timbangan antara dirimu dengan orang lain''.    
            Dengan demikian ketika seseorang telah mengetahuai apa yang dirasakan orang lain, maka secara otomatis perasaan tersebut akan mempengaruhi tingkah lakunya pada selainnya. Dan hal ini mejadikan tingkah laku/akhlak seseorang terbagi menjadi dua, yakni Akhlak yang baik (terpuji)  dan Akhlak yang tidak baik (tercela).
Apabila manusia tidak bisa hidup bermasyarakat atau manusia bermoralitas buruk, maka cakrawala akan terlihat gelap. Berbagai macam fitnah akan menimpa orang-orang yang hidup dimasa itu dan juga mereka yang hidup di masa mendatang. Allah swt berfirman:









Artinya:
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di   belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.














BAB II
KESIMPULAN

Ajaran Islam sangat banyak memberikan dorongan kepada sikap-sikap untuk maju. Kemajuan materi (madiyah) akan terpacu oleh akhlak manusia yang menggenggam materi tersebut. Akhlak adalah perangai yang berakar didalam hati sebagai anugerah dari sang Khalik Maha Pencipta.

Adalah satu kenyataan belaka bahwa makhluk manusia mesti terikat erat dengan sang Khalik sang Pencipta. Akhlak adalah jembatan yang mendekatkan Makhluk dengan Khaliknya. Menjadi parameter menilai sempurna atau tidaknya ihsan Muslim itu. Melaksanakan agama sama artinya dengan ber akhlak sesuai dengan tuntunan agama Islam. Karena itu, agama bukanlah sebuah beban, melainkan adalah sebuah identitas (ciri).

            Bahwasannya akhlak adalah suatu keharusan yang harus dimiliki oleh setiap individu supaya generasi-generasi setelah kita selanjutnya terus dapat melestarikan akhlak yang menjadi cikal bakal kebahagiaan di dunia dan akhirat.




















REFERENSI

Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Khuluqul Muslim (Akhlak Seorang Muslim), penj. Wawan Djunaedi Soffandi, Damaskus; Darul Qalam, 2004.
Google

hakekat tujuan pendidikan islam



HAKEKAT TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
KELOMPOK 4
Reza Juanda                                    (211020418)


FAKULTAS TARBIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2012


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang  telah menciptakan langit dan bumi beserta isi keduanya. Dialah yang telah menganugrahkan Al-qur’an  sebagai  Hudan lin naas  dan rahmatan lil ‘alamin. Yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Tugas  ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN ”.  Ilmu Firsafat pendidikan  merupakan suatu ilmu tentang metode  yang sangat berguna bagi pekrembangan pendidikan indonesia.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW. Utusan dan manusia pilihan-Nya. Sebagai perintis ilmu bagi kita umat manusia. Dan sebagai penyempurna akhlak bagi seluruh umat.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan tugas ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Wassalam....

 Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR         ....................................................................    i
DAFTAR ISI             ................................................................................    ii
BAB I : PENDAHULUAN  …………………………………………...     1
BAB I :  PEMBAHASAN ……………………………………………..     4
A.    Pengertian pendidikan secara Terminologis, Epistemologis,
dan Ontologis  .........................................................................    4
B.     Asas, peranan dan Fungsi Pendidikan ....................................     8

C.     Karakteristik Pendidikan …………………………….….......     11
D.    Macam- macam dan tujuan pendidikan   ……....…................    12
     
BAB II : KESIMPULAN     ....................................................................    15       
DAFTAR PUSTAKA          .....................................................................   17









BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang sentral dalam pendidikan. Sebab tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan, perbuatan menjadi tanpa arah, bahkan salah langkah dan tidak sesuai dengan harapan. Demikian juga dengan pendidikan Islam yang berusaha untuk membentuk pribadi manusia melalui proses yang panjang dengan suatu tujuan pendidikan yang jelas dan direncanakan.

Namun, tidak semua tujuan yang telah direncanakan tersebut berjalan mulus tanpa sandungan sedikitpun. Permasalahan seringkali muncul yang berkaitan dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu ketika output pendidikan yang dihasilkan tidak sesuai dengan tujuan tersebut. Berdasarkan masalah tersebut di atas, telah ditemukan kasus-kasus seperti korupsi, terorisme, pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh seorang yang telah mengenyam sebuah pendidikan Islam. Kejadian ini dapat diidentifikasi sebagai kurangnya pemahaman tentang  hakekat tujuan pendidikan Islam dalam pribadi orang tersebut.
Dari contoh kejadian kasus di atas, dapat diambil suatu pertanyaan, “Bagaimanakah sebetulnya hakekat tujuan pendidikan Islam itu?” Realitas ini sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini.

Untuk itu pembahasan makalah ini diangkat untuk mengungkap masalah-masalah tersebut. Berdasarkan keterangan-keterangan, telah ditemukan pernyataan para ulama maupun pakar dalam menjelaskan hakekat tujuan Pendidikan Islam dan hal-hal yang terkait dengannya.
Selanjutnya, berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulisan makalah ini kami beri judul “Hakekat Tujuan Pendidikan Islam”.

B.           Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
1.     Apa pengertian tujuan pendidikan Islam secara terminologis, epistemologis dan ontologis ?
2.     Apa saja asas, peranan dan fungsi tujuan Pendidikan Islam ?
3.     Apa saja karakteristik Pendidikan Islam ?
4.     Apa saja macam-macam tujuan Pendidikan Islam ?
5.     Apa saja contoh permasalahan yang terkait dengan tujuan pendidikan Islam ?






C.     Tujuan Penulisan
             Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah agar kita dapat menjelaskan/ mendeskripsikan :
1.    Pengertian tujuan pendidikan Islam secara terminologis, epistemologis dan ontologis
2.    Asas, peranan dan fungsi tujuan Pendidikan Islam
3.    Karakteristik Pendidikan Islam
4.    Macam-macam tujuan Pendidikan Islam
5.    Contoh permasalahan yang terkait dengan tujuan pendidikan Islam

































BAB II
                                                              PEMBAHASAN

A.       Pengertian secara Terminologis, Epistemologis, dan Ontologis
Secara Terminologis, Tujuan adalah arah, haluan, jurusan, maksud. Atau tujuan  adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Atau menurut Zakiah Darajat, tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai.[1] Karena itu tujuan pendidikan Islam adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.[2]

Secara Epistemologis, Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip-prinsip dasarnya. Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya, sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya.[3]

    Secara Ontologis : Dalam Islam, hakikat manusia adalah makhluq ciptaan Allah. Sedangkan menurut tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. Sebagaimana dalam firman Allah SWT,

Artinya :
             ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56). 

            Tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil. Menurut Muhaimin bahwa insan kamil adalah manusia yang mempunyai wajah Qur’ani, tercapainya insan yang memiliki dimensi religious, budaya dan ilmiah. Mencari hakekat pendidikan adalah menelusuri manusia itu sendiri sebagai bagian pendidikan. Melihat pendidikan dan prosesnya kepada manusia, sebetulnya pendidikan itu sendiri adalah sebagai suatu proses kemanusiaan dan pemanusiaan. Istilah kemanusiaan secara leksikal bermakna sifat-sifat manusia, berperilaku selayaknya perilaku normal manusia, atau bertindak dalam logika berpikir sebagai manusia. Pemanusiaan secara leksikal bermakna proses menjadikan manusia agar memiliki rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa, manusia dalam makna seutuhnya. Artinya dia menjadi riil manusia yang mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara penuh sebagai manusia. Banyak sekali sebetulnya apa yang dikemukakan oleh para ahli muslim, tapi kesemuanya pada esensinya sama dengan di atas. Selain itu bahwa pendidikan itu juga untuk menyempurnakan akhlaq manusia. Tugas pokok dan fungsi tersebut adalah sebagai mandataris Tuhan (Khalifatullah Fi Al-Ardhi). Imam Al-Gazali (w.1111 M) sebagaimana disimpulkan oleh Fathiyah Hasan Sulaiman, pada dasarnya mengemukakan dua tujuan pokok pendidikan Islam:
1.  Untuk mencapai kesempurnaan manusia dalam mendekatkan diri kepada Tuhan; dan
2.  Sekaligus untuk mencapai kesempurnaan hidup manusia dalam menjalani hidup dan penghidupannya guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

            Mengutip Sayyid Quth, bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan manusia yang yang baik (Al-Insan Al-Shalih) yang sudah pasti bersifat universal dan sudah pasti diakui semua orang dan semua aliran tanpa mempersoalkan di manapun negerinya dan apapun agamanya. Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat.

Menurut Al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1.     Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2.      Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3.   Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.

     Jadi kesimpulannya, pada hakekatnya tujuan pendidikan Islam adalah :
1.        Membentuk manusia beraqidah (Tarbiyah ‘Aqidiyah)
2.        Membentuk manusia beraklak mulia (Tarbiyah Khuluqiyah)
3.        Membentuk manusia berfikir (Tarbiyah Fikriyah)
4.        Membentuk manusia sehat dan kuat (Tarbiyah Jismiyah)
5.        Membentuk manusia kreatif, inisiatif, antisipatif, dan responsive (Tarbiyah Amaliyah).[5]






B.     Asas, peranan dan Fungsi

1.     Asas. Oleh karena pendidikan Islam bersumberkan kepada Al-Quran dan hadis, maka asas pokok pendidikan Islam berasaskan kepada akidah, ibadat dan akhlak.  
  a.   Asas Akidah. Pendidikan Islam dibina berasaskan akidah Islam, yaitu akidah yang menumbuhkan keyakinan kepada wujudnya Allah, menjelaskan dan menyatakan kepada muslimin tentang Rukun Iman yang menjadi asas kepada akidah yang benar.  Firman Allah yang artinya :
            "Kamu (wahai umat Muhammad) adalah  sebaik-baik umat dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (karena) kamu menyuruh berbuat segala perkara yang baik dan mencegah dari melakukan kemungkaran serta kamu pula beriman kepada Allah". (QS. Ali Imran : 110)

b.  Asas Ibadat. Beribadah kepada Allah merupakan tujuan utama dalam hidup ini. Menyembah Allah berarti memusatkan penyembahan kepada Allah semata-mata dengan menjalani dan mengatur segala aspek kehidupan, lahir dan batin, jasmani dan rohani, baik dalam kehidupan individu sebagai hamba-Nya maupun dalam hubungan sesama manusia sebagai anggota masyarakat. Jadi untuk menghasilkan tujuan hidup ini, satu daripada asas yang ditekankan dalam pendidikan Islam ialah asas ibadat, baik berupa ibadat khusus ataupun ibadat umum. Firman Allah yang artinya : 
                    "Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)

c.     Asas Akhlak. Mohd. Jawad Ridha (1972)  menyatakan, akhlak ialah sifat terpuji yang sepatutnya di miliki oleh setiap orang. Sebuah masyarakat tidak akan maju sekiranya ia tidak memiliki akhlak yang terpuji, karena akhlak yang terpuji bermaksud mendidik manusia ke arah mencapai kemajuan dalam kehidupan. Dalam konteks ini, Al-Abrasyi (1969) menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Puncak akhlak yang mulia merupakan sasaran murni dari segala pendidikan. Firman Allah yang artinya :

            "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasullullah itu suri teladan yang baik bagimu, bagi orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan keselamatan di hari kiamat dan banyak menyebut Allah". (QS. Al- Azhab: 21)

Sabda Rasulullah s.a.w yang artinya :

            "Sesungguhnya diutuskan aku untuk menyempurnakan akhlak." 

            Dalam literarur lain, menurut Darajat bahwa pendidikan Islam berlandaskan pada tiga hal berikut: Al-Qur’an, Al-Sunnah dan Ijtihad. Al-Nahlawi sependapat bahwa Al-Qur’an,  dan al-Sunnah sebagai asas pokok pendidikan Islam. Karena nyata sekali bahwa di masa rasul dan sahabat, pendidikan sangat tergantung dengan ajaran Al-Qur’an. Terlebih ketika ‘Aisyah menegaskan, sesungguhnya akhlak rasul itu adalah Al-Qur’an. Hal ini seperti penjelasan ayat berikut:



                 Artinya:
”Dan tiadalah yang diucapkan itu (Al-Qur’an)  menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.
 (QS.53: 3-4)

Demikian pula, al-Sunnah juga sebagai asas pendidikan Islam, karena ia menjelaskan Al-Qur’an. Penjelasan ini diantaranya terdapat pada ayat berikut:
               Artinya:
                          Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. 16: 44).

Yaljan dalam nukilan Djumransyah menyatakan bahwa asas pendidikan Islam terdiri dari Al-Qur’an, dan sunnah yang diperluas dengan ijma’, qiyas, masalih al-Mursalah, shadh al-Dhari’ah, ‘urf dan istihsan. [7]
Menurut Sa’id Ismail Ali, asas/ dasar pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu Al-Qur’an, Sunnah, Qaul Al-ShahabatMasalih Al-Mursalah, Urf dan pemikiran hasil ijtihad intelektual muslim.[8]

Dalam literatur lain, dikatakan bahwa dalam pendidikan setidaknya ada enam asas  yaitu :

1.      Universalitas pendidikan Islam
Pendidikan Islam bersifat universal (menyeluruh) dalam pandangan penumpuan, dan tafsirannya terhadap alam semesta. Ia menekankan pandangan yang universal antara jasmani dan rohani, antara jiwa dan raga, antara individu dan masyarakat, dan antara dunia dan akhirat.
Pendidikan Islam dengan ciri ini, membuka, mengembangkan, dan mendidik segala aspek pribadi, kemampuan-kemampuan, dan potensi-potensi manusia serta mengembangkan segala isi kehidupan dalam masyarakat dan meningkatkan kondisi budaya, sosial, ekonomi, dan politik, serta ikut berperan serta dalam menyelesaikan masalah-masalah yang di hadapi masyarakat saat ini dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tuntutan masa depan. Dengan demikian pendidikan Islam mencakup pengembanan individual dan sosial secara menyeluruh.

2.      Keseimbangan
Pendidikan Islam mewujudkan keseimbangan antara aspek-aspek pertumbuhan yang ada dalam individu dan masyarakat, yang artinya pendidikan Islam juga mewujudkan keseimbangan antara menjaga kebudayaan masa silam, tuntutan masa kini dan kebutuhan masa silam, tanpa mengutamakan salah satu di antaranya. Artinya pendidikan Islam tidak hanya mengungkit kejayaan masa lalu tanpa menghiraukan permasalahan yang meliputi masyarakat muslim sekarang ini, dan juga tidak hanya memenuhui tuntutan perkembangan sosial dan budaya masyarakat pada saat ini, tanpa mempertimbangkan akibat-akibat yang muncul di masa yang akan datang, dan demikin seterusnya.


3.      Kejelasan
Pendidikan Islam sebagai mana layaknya ajaran Islam yang jelas, juga memiliki konsep-konsep yang jelas, baik dari segi metode, kurikulum, sistem, dan aspek-aspek lain dalam pendidikan. Kejelasan akan berpengaruh pada operasional Pendidikan Islam, sehingga tujuan Pendidikan Islam dapat tercapai.

4.      Keselarasan
Pendidikan Islam tersusun secara organic antara bagian-bagiannya tidak ada pertentangan di dalamnya. Sebab dengan berlandaskan pada ajaran Islam, maka Pendidikan Islam harus berjalan dengan ketetapan-ketetapan Allah. Berbeda dengan sistem pendidikan lain yang terkadang pencapaian tujuan menjadi prioritas dari tujuan pendidikan tersebut, tanpa memperdulikan cara pencapaiannya. Dalam Pendidikan Islam, tujuan harus dicapai dengan cara yang sesuai dengan syariat-syariat Islam.

5.      Realisme dan dapat dilaksanakan
Pendidikan Islam berjalan dalam bingkai yang jelas dan realistis terhadap kenyataan dalam masyarakat. Hanya saja, Pendidikan Islam berpijak pada idealisme keislaman yang kadang disalah pahami oleh pihak pelaksana Pendidikan Islam. Akibatnya idalisme Pendidikan Islam tersebut dipandang sebagai lembaga yang mengutamakan nilai-nilai ukhrawi dan tidak peduli dengan kenyataan yang ada. Tegasnya, Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berjalan seiring dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat dan tetap menjaga nilai-nilai keislaman sebagai landasan berpijaknya.

6.      Dinamis dan reponsif terhadap perubahan
Pendidikan Islam tidak beku dalam tujuan-tujuan, kurikulum dan metodenya, tetapi ia selalu memperbaharui diri, dan berkembang. Ia memberi respon terhadap kebutuhan-kebutuhan zaman dan tempat dan tuntutan-tuntutan perkembangan dan problem sosial yang diakui oleh Islam dan digalakkannya dalam rangka prinsip-prinsip dan ajaran-ajarannya. Begitu juga ia memberi respon terhadap kepentingan individu dan masyarakat yang syariat Islam selalu memeliharanya dan juga selalu memperbaharui diri dan berkembang.
Maka jelas bahwa Pendidikan Islam tidak menutup mata terhadap perkembangan yang ada di tengah masyarakat, termasuk perkembangan sains dan tekhnologi, hanya saja Pendidikan Islam tidak larut dalam perkembangan yang nyata-nyata yang bertentangan dengan syariat-syariat Islam.[9]


2.     Peranan
Yaitu memberikan kontribusi terhadap upaya pengembangan potensi peserta didik sebagai generasi agama dan bangsa yang tidak hanya berkembang dalam bidang intelektual semata, melainkan juga mampu mewujudkan eksistensi dirinya sebagai insan kamil melalui potensi spiritual dan memiliki keterampilan, sehingga dengan potensi yang dimilikinya ia dapat mewarnai kehidupan dan masa depannya menuju kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
3.     Fungsi
Fungsi tujuan pendidikan yaitu :
a.                          Mengakhiri tujuan itu.
b.                          Mengarahkan tujuan itu.
c.      Sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain yaitu tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama.
d.     Memberi nilai  (sifat) pada usaha-usaha itu.[10]
e.      Menyediakan kriteria-kriteria untuk mengevaluasi proses pendidikan.[11]
f.    Juga berfungsi menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.[12]

C.   Karakteristik
Karakteristik Pendidikan Islam adalah :
1.    Robbaniyah, seluruh aspeknya didasarkan pada nilai robbaniyah dijabarkan dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
2.   Syamilah, pendidikan dibangun dengan memperhatikan segala aspek dalam kehidupan baik akal, jasad dan ruh, maupun dalam kerangka hubungan individu dengan masyarakat, alam dan Al Khaliq, tanpa pemisahan.
3.  Mutakamilah, pendidikan tidak terbatas pada tempat tertentu. Berlangsung di sekolah, masjid, rumah, di jalan, di kebun, medan pertempuran bahkan di pasar.
4.   Marhaliyah, seluruh tabiat alam terjadi secara bertahap, demikian pula perkembangan fisik dan psikis manusia. Karena itu pendidikan dibangun dengan sifat bertahap dan mengikuti perkembangan kematangan manusia.
5.     Muruunah, dalam aplikasi pendidikan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang melatar belakangi dan melingkupi obyek dan subyek pendidikan, justru dalam rangka optimalisasi hasil.
6.  Istimroriyah, proses pendidikan tidak mengenal istilah “Usai”. Setiap individu wajib belajar sepanjang hayat (Long-Life Education)
7.   Tanmawiyah, memberikan peluang pembaharuan metode dan gaya penyampaian sejalan dengan penemuan dan perkembangan ilmu, selama berjalan pada prinsip-prinsip dasar Islam.
8.     Fardhiyah, Islam mewajibkan setiap individu untuk menuntut ilmu. Implikasinya, berarti melibatkan semua pihak untuk mempersiapkan segala perangkat, sarana dan perlengkapan pendidikan sebaik-baiknya.
9.     Tathbiqiyah, pendidikan bersifat praktis, artinya setiap ilmu yang diperoleh harus berorientasi pada produktivitas.
10.  Hurriyah, pendidikan didasarkan pada kebebasan. Islam tidak memaksakan harus belajar apa dan bagaimana, setiap individu bebas mereguk ilmu apa saja dan sebatas mana saja.
11.  Infitah, pendidikan berdasar prinsip keterbukaan. Setiap muslim menyerap ilmu dari mana saja, serta pula mampu memanfaatkan turots (warisan peradaban manusia terdahulu yang bermanfaat)
12.  Maslahah, pendidikan dibangun untuk memberikan kemaslahatan ummah, nantinya memberikan kontribusi dalam pendidikan kesejahteraan, kemakmuran dan peradaban ummah. Oleh karena itu, pendidikan Islam berorientasi pada nilai manfaat dan mashlahat bagi ummat.[13]


D.       Macam-macam
Macam-macam tujuan pendidikan menurut Islam yaitu :
1.  Tujuan umum : ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik. Tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik. An Nahlawy menunjukkan empat tujuan umum dalam pendidikan Islam yaitu :
a.       Pendidikan akal dan persiapan pikiran.
b.      Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada anak-anak.
c.   Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya, baik laki-laki maupun perempuan.
d.        Berusaha untuk menyumbangkan segala potensi-potensi dan bakat-bakat manusia.

2.     Tujuan akhir/ Tertinggi : yaitu terwujudnya ”insan kamil” (manusia paripurna).
Menurut Al Abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi :
a.       Pembinaan akhlak.
b.      Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat.
c.       Penguasaan ilmu.
d.      Keterampilan bekerja dalam masyarakat.
Menurut Asma Hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi:
a.       Tujuan keagamaan.
b.      Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
c.       Tujuan pengajaran kebudayaan.
d.      Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
a.       Bahagia di dunia dan akhirat.
b.      Menghambakan diri kepada Allah.
c.       Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.
d.      Akhlak mulia.
Bila tujuan pendidikan seperti apa yang disampaikan oleh Asma Hasan al Fahmi dan Munir Mursi, maka tujuan pendidikan adalah pengembangan akal dan akhlak yang dalam akhirnya dipakai untuk menghambakan diri kepada Allah SWT. Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al Hijr ayat 29 : “Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya”. Dan tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dari firman Allah SWT yang artinya :

            Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim berserah diri kepada Allah.” (Q.S. Ali Imran: 102). Jadi insan kamil yang mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah inilah merupakan tujuan  akhir dari pendidikan Islam.

3.  Tujuan Sementara yaitu tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Atau tujuan sementara adalah sasaran sementara yang harus dicapai oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan Islam. Maksudnya yaitu tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan jasmani-rohani dan sebagainya.

4.     Tujuan Operasional yaitu tujuan praktis yang dicapai melalui kegiatan pendidikan tertentu.
      Sedangkan di dalam Tujuan Pendidikan Islam,  Marimba mengemukakan dua macam tujuan, yaitu :
1.  Tujuan sementara yaitu sasaran sementara yang harus dicapai oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan Islam. Maksudnya yaitu tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan jasmani-rohani dan sebagainya.[19]
2.  Tujuan akhir yaitu terwujudnya kepribadian muslim yang terdiri dari aspek-aspek kejasmaniahan, aspek-aspek kejiwaan dan aspek-aspek kerohaniahan yang luhur. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil .Menurut Muhaimin bahwa insan kamil adalah manusia yang mempunyai wajah Qurani, tercapainya insan yang memiliki dimensi religious ,budaya dan ilmiah.
Sedangkan Abdul Fatah Jalal mengelompokkan tujuan pendidikan Islam menjadi :
1.  Tujuan umum yaitu menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba Allah SWT., yang senantiasa mengagungkan dan membesarkan asma Allah SWT dengan meneladani Rasulullah SAW, menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, suka mempelajari segala yang bermanfaat baginya dalam merealisasikan tujuan yang telah digariskan oleh Allah SWT.  Seperti tercermin Dalam Q.S Al-Muddasir: 1-3, Al-”alaq: 1-5, Az-Zariyat: 56-58, al-Baqarah: 21, Al-Anbiya’: 25, An-Nahl: 36. Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat al Dzariyat ayat 56 : “Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku
2.  Tujuan khusus. Yaitu  perincian dari tujuan umum. Atau pengkhususan atau operasional tujuan tertinggi/ terakhir dan tujuan umum pendidikan Islam. Tujuan khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi/ terakhir dan umum itu.[20]
Tujuan khusus antara lain :
a.       Mendidik individu yang saleh dengan memperhatikan perkembangan rohaniah, emosional, sosial, intelektual dan fisik
b.      Mendidik anggota kelompok sosial yang saleh, baik dalam keluarga maupun masyarakat muslim.
c.         Mendidik manusia yang saleh bagi masyarakat insani yang besar. Ketiga hal tersebut menjadi salah satu tujuan khusus yang hendak dicapai dalam tujuan pendidikan Islam.

E.       Permasalahan
1.     Jika terdapat kasus seseorang yang melanjutkan pendidikan dengan tujuan ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi yaitu diantaranya  untuk memperoleh sebuah gelar tanpa menghiraukan segi mutu pribadinya/ sumberdaya manusianya. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Tujuan pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab.
2.   Banyaknya dari kalangan muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi muslim-muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupannya serta kurangnya kepekaan dan partisipasi dalam kiprahnya di masyarakat. Sehingga tujuan pendidikan Islam terhadap dirinya tidak menimbulkan bekas/ kesan yang berarti dan dapat dinikmati.
3.    Para orang-orang yang dianggap sebagai teroris baik yang sudah di tangkap dan dihukum maupun yang belum, kebanyakan orang-orang Islam yang kelihatannya dilihat dari segi ibadahnya merupakan orang yang taat beribadah, tetapi dilihat dari segi cara pandangnya dan kegiatannya berbeda dengan kebanyakan muslim dan dianggap meresahkan. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang diperolehnya berbeda dan radikal yang  dianggap tidak sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
4.  Ada segelintir politikus/ pengusaha/ konglomerat/ Guru yang mengaku beragama Islam dan menyandang gelar yang tinggi sebagai intelektual, tapi dalam kenyataannya mereka terlibat dalam beberapa kasus seperti tindak pidana korupsi, pelecehan seksual, penyalahgunaan wewenang, kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lain yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.













BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
    Dari pembahasan hakekat tujuan Pendidikan Islam, dapat kami simpulkan sebagai berikut  :
1.    Pengertian tujuan Pendidikan Islam secara Terminologis adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam. Secara Epistemologis, sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Dan tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya. Secara Ontologis : tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Atau pada hakekatnya tujuan pendidikan Islam adalah  untuk membentuk manusia beraqidah (Tarbiyah ‘Aqidiyah),membentuk manusia beraklak mulia (Tarbiyah Khuluqiyah), membentuk manusia berfikir (Tarbiyah Fikriyah), membentuk manusia sehat dan kuat (Tarbiyah Jismiyah), membentuk manusia kreatif, inisiatif, antisipatif, dan responsive (Tarbiyah Amaliyah).
2.    Asas tujuan Pendidikan Islam adalah Al-Qur’an, sunnah, Qaul Al-Shahabat, ijma’, qiyas, masalih al-Mursalah, shadh al-Dhari’ah, ‘urf dan istihsanpemikiran hasil ijtihad intelektual muslim  Dan juga akidah, ibadat dan akhlak. Dan juga Universalitas pendidikan Islam, Keseimbangan, Kejelasan, Keselarasan, Realisme dan dapat dilaksanakan, Dinamis dan reponsif terhadap perubahanPeranannya yaitu memberikan kontribusi terhadap upaya pengembangan potensi peserta didik sebagai generasi agama dan bangsa yang tidak hanya berkembang dalam bidang intelektual semata, melainkan juga mampu mewujudkan eksistensi dirinya sebagai insan kamil melalui potensi spiritual dan memiliki keterampilan, sehingga dengan potensi yang dimilikinya ia dapat mewarnai kehidupan dan masa depannya menuju kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Fungsi  tujuan pendidikan yaitu : mengakhiri tujuan, mengarahkan tujuan, sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain yaitu tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama, memberi nilai  (sifat) pada usaha-usaha, menyediakan kriteria-kriteria untuk mengevaluasi proses pendidikan, menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.
3.    Karakteristik pendidikan Islam adalah 
      RobbaniyahSyamilah,  MutakamilahMarhaliyah,  Muruunah,  Istimroriyah,  Tanmawiyah,  Fardhiyah,  TathbiqiyahHurriyah,InfitahMaslahah,
4.    Macam-macam tujuan pendidikan menurut Islam yaitu : Tujuan umum,  Tujuan akhir/ Tertinggi, Tujuan Sementara, Tujuan Operasional,  Tujuan khusus
5.    Contoh Permasalahan yaitu kasus seseorang yang melanjutkan pendidikan dengan tujuan ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi yaitu diantaranya  untuk memperoleh sebuah gelar tanpa menghiraukan segi mutu pribadinya/ sumberdaya manusianya,  Banyaknya dari kalangan muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi muslim-muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupannya serta kurangnya kepekaan dan partisipasi dalam kiprahnya di masyarakat.  Para orang-orang yang dianggap sebagai teroris yang melaksanakan ajaran Islam,  segelintir politikus/ pengusaha/ konglomerat/ Guru yang beragama Islam yang bermasalah melakukan tindak pidana korupsi, pelecehan seksual, penyalahgunaan wewenang, kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lain yang tidak sesuai ajaran Islam.
B.       Saran
Untuk memenuhi fungsi-fungsi tujuan, maka hendaklah tujuan pendidikan  dirumuskan atas dasar nilai-nilai ideal yang diyakini, yang kelak akan dapat mengangkat harkat dan martabat manusia, yaitu nilai ideal yang menjadi kerangka pikir dan bertindak bagi seseorang untuk menuju cita-cita yang terarah.

































DAFTAR PUSTAKA

                Al Rasyidin dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis Dan Praktis,  cet. Ke-2. Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005.                            
                Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam, cetakan III. Bandung: CV.Pustaka Setia, 2007.
Indar, Djumbransyah.  Filsafat Pendidikan Islam. Surabaya: Usaha Nasional, 1992.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islamcet. Ke-5. Jakarta: Kalam Mulia, 2006.


[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islamcet. Ke-5 (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 133.
[2] Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, cetakan III (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2007), 68.
[7] Djumbransyah Indar,  Filsafat Pendidikan Islam  (Surabaya: Usaha Nasional, 1992),  40.
[8] Al Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis Dan Praktis,  cet. Ke-2 (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), 35.
[10]  Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat..., 61.
[11]  Ibid., 62.
[12]  Al Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat..., 32.
[14] Ramayulis, Ilmu...,  138.
[15] Ramayulis, Ilmu..., 134.
[16] Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat...., 64.
[17] Ibid., 68.
[18] Ibid., 65.
[19] Ibid., 68.
[20] Ramayulis, Ilmu..., 140.